kotabontang.net - Mengamati perkembangan komunitas Tangan di Atas (TDA), saya menyadari bahwa mereka menjungkirbalikkan tatanan yang ada. Maksudnya adalah lembaga-lembaga formal akan digeser oleh lembaga-lembaga yang tidak formal karena lebih fleksibel dan tidak kaku. Kita ambil contoh bagaimana perkembangan sekolah-sekolah keagamaan di Indonesia. Dulu pendirian sekolah-sekolah ini didominasi oleh lembaga seperti Muhammadiyah dan NU tetapi sekarang banyak sekali sekolah yangd didirikan oleh individu-individu yang ingin agar sekolah mereka lebih bagus dan dikelola dengan lebih profesional. Manajemen mereka lebih baik namun mereka tidak bernaung dalam organisasi apapun. Mutu mereka tak kalah bagusnya. Itu tandanya organisasi besar makin banyak memiliki pesaing yang belum kelihatan namun secara kualitas mereka lebih baik. Keunggulan organisasi semacam ini adalah kecepatan pengambilan keputusan menjadi lebih tinggi. Karena ia hanya bergantung pada seseorang.
Perkembangan komunitas independen seperti TDA cukup menarik karena lain dari lembaga-lembaga seperti HIPMI, Kadin yang lebih formal. Dalam pemilihan ketua lebih rumit prosesnya dan pembinaan lebih bergantung pada organisasinya. Sementara komunitas lebih menekankan pada kekuatan individu-individu yang tidak akan dikontrol oleh siapapun kecuali mereka sendiri. Tidak terikat pada kemapanan dan kebiasaan lama.
Komunitas-komunitas menjadi contoh nyata bagaimana kekuatan-kekuatan individu dapat membangkitkan diri dalam sisi ekonomi tanpa dorongan pemerintah untuk lebih maju. Kekuatan dan inisiatif masing-masing orang akan terus tumbuh dan menandakan kemandirian yang makin tinggi. Inilah jaman baru itu.
Saat ini sekitar 130 juta jiwa warga Indonesia sudah tidak lagi miskin dan mereka menjadi konsumen potensial dalam pasar domestik. Bagi Anda yang memulai usaha, Anda patut optimis karena sudah memiliki peluang untuk berkembang dengan menggunakan pasar 130 juta orang yang memiliki daya beli tinggi dan pikiran serta tekad untuk lebih maju. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk negara-negaa jiran, tentu ukuran pasar dan jumlah konsumen potensial ini sangat besar dan memberikan kemungkinan untuk berbisnis. Pasarnya besar sekali!
Dulu pasar masih kecil karena masyarakat mayoritas masih miskin sehingga daya belinya rendah. Mereka masih memikirkan kebutuhan dasar. Kini lain keadaannya, makin banyak masyarakat yang sudah naik tingkat kesejahteraannya. Mereka sudah terpenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan, papan).
Mereka tidak memikirkan kebutuhan pokok tetapi beralih memikirkan bagaimana bisa lebih maju, dengan kesejahteraan yang lebih baik, kebutuhan tersier yang makin tinggi. Gaya hidup berubah. Inilah pasar yang harus digarap oleh para pengusaha Indonesia di segala bidang.
Transparansi dan ukuran pasar yang besar di dalam negeri harus dimanfaatkan. Monopoli juga sudah relatif tidak ada. Tidak ada tukang bagi dari monopoli pasar. Karenanya tidak berlebihan jika saya katakan tidak ada yang lebih baik memulai usaha dibandingkan saat sekarang. Sekaranglah saatnya yang tepat untuk memulai berwirausaha! (*disarikan dari sambutan Dahlan Iskan dalam Pesta Wirausaha 2013)