-->

Kamis, 18 September 2014

Kisah Sarjana Mendidik ( SM3T ) Di 'Bukit Sinyal'

kotabontang.net - Daerah 3T tidak hanya identik dengan keterbelakangan, medan yang berat, terjal, dan tak berlistrik. Tapi juga minimnya infrastuktur telekomunikasi. Itu sebabnya bagi guru yang menjalankan program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM3T) akrab dengan istilah “bukit sinyal”. Inilah kisahnya.

Ada satu istilah yang amat akrab di telinga peserta program SM3T ketika ingin melepas rindu dengan orang tua dan teman di kampung halaman atau hanya sekadar berkomunikasi dengan sesama peserta untuk berbagi kabar dan berkordinasi. Apa itu? “Bukit sinyal”.

Bagimana peserta Program SM3T menjalin komunikasi di daerah terpencil itu? Untuk berkomunikasi baik dengan sesama peserta maupun keluarga di Pulau Jawa, di kalangan mereka dikenal dua istilah, “bukit sinyal” dan “HP SM3T”.

Istilah ini sangat populer diantara peserta SM3T, karena memang hanya pada dataran-dataran tinggi atau bukit tertentu saja alat komunikasi atau handphone (HP) bisa mendapatkan sinyal. Selebihnya tidak bisa digunakan, kecuali untuk lampu penerangan atau senter.

Selain itu, tidak semua HP bisa digunakan. Hanya HP berfitur sederhana saja yang bisa dimanfaatkan di sana. Sehingga HP yang memiliki fitur lampu senter itulah yang disukai peserta SM3T, dan populerlah dengan istilah “HP SM3T”, karena jika HP mereka tidak bisa digunakan untuk komunikasi, malam atau pagi buta, bisa dimanfaatkan untuk membantu penerangan, menuju sumber air yang relatif jauh dari rumah dengan kondisi jalan becek dan gelap, sambil sesekali melintas ajing atau babi milik penduduk.

Penggunan HP pun sangat terbatas jika sudah berada di “bukit sinyal”. HP tidak bisa dalam genggaman sebagaimana namanya, tapi harus dilepas dari gengaman tangan.

Itu sebabnya sebelum digunakan untuk berkomunikasi nomor HP yang akan dituju ditulis terlebih dahulu dan menggunakan fitur loadspeker, ketika sinyal sudah “tertangkap” tekan fitur sambung, lalu berbicara. Demikian halnya jika mau mengirim pesan pendek (SMS), terlebih dahulu diketik pesannya, kemudian tulis nomor yang akan dituju, setelah sinyal “tertangkap” baru kemudian kirim.

“Kalau HP dalam gengaman kadang-kadang terputus pembicaraan, sehingga kami lebih suka meletakkannya diatas rumput lalu berbicara dengan loadspeker,” kata Dati Dwikurniati, asal Ponorogo, yang mengajar di SD Inpres Kakaha.
Sumber : Kemdikbud